Jumat, 23 Maret 2018

Rendevou - Reset Part 13 (2) oleh blogger santai


Part 13 - Reset



            “Jadi? Mau gimana Din?” tanya Aris sembari tersenyum walau canggung agar bisa memulai pembicaraan,
           “….” Dinda hanya berdiri diam dan memejamkan matanya, ‘Din ngomong sesuatu gitu, canggung sumpah’ ujar hati Aris sembari menangis,
Kemudian sesaat Dinda membuka matanya lalu berkata “Se-engganya ayo liat kota” lalu ia berjalan menuju pintu keluar hotel meninggalkan Aris yang masih tersenyum canggung, “Apa yang kamu tunggu Ris? Ayo!” Ucap Dinda saat di depan pintu keluar,
            Aris seketika merubah raut wajahnya menjadi seperti biasa dari yang tadinya diam dan tersenyum sendiri seperti orang bodoh,
                Aris dan Dinda pun pergi mengelilingi kota dimana Aria tinggal mereka berdua, pergi melihat kesana dan kesini bangungan yang lumayan tua, tidak buukkan tua lebih tepatnya antik yang masih menghiasi kota, benar-benar seperti kota seni, bangunan antic dimana-mana dan banyak coretan dinding yang menghiasi dinding yang tua dan tidak terpakai.
            “Dinda” panggil Aris sembari berjalan dan melihat langit sore,
          “Yaa?” sahut Dinda yang sedang menundukan kepalanya,
             “Kamu Lahir Di kota ini kan ya?” tanya Aris,
          Dinda hanya menganggukan kepalanya,
              “Kamu gak mau bertemu seseorang di kota ini…, gitu?”
          Dinda menjawab dengan menggelengkan kepalanya,
             “Hmmm.. orangtua mu? Kamu gak mau bertemu dengan mereka?”
          Dinda menggelengkan kepalanya lagi
             “Kenapa?”
          Dinda terhenti dari saat ia sedang berjalan saat Aris menanyakan Alasannya, kemudian Ia kembali berjalan menyusul Aris, “Terserah akulah” Ucap Dinda,
                “…..” keheningan sesaat itu terjadi setelah Dinda berkata seperti tadi,
          “Lagian.. Mereka berdua.. Meninggal” Ucap Dinda mulai bercerita,
              Aris kaget dan kemudian melihat ke arah Dinda, “Maaf” ucap Aris yang sambil memasang muka menyesal,
           “Sudahlah, jangan dipikirkan, lagi pula aku tidak tahu, muka ayah dan ibuku, mereka berdua meninggal begitu saja setelah aku lahir”
                “…..”
         “Pernah terjadi kasus teroris di kota ini, tepat saat aku lahir, ibu dan ayahku meninggal karena kejadian itu, semua dibunuh begitu saja dokter bahkan anak bayi saat itu, aku lahir dengan kondisi yang lemah, atau bisa dibilang mungkin berada diantara kematian dan hidup kali ya, aku yang sudah dikira mati oleh para teroris itu, dibiarkan saja, lalu tidak berlangsung lama para teroris itu berhasil ditangkap kemudian ayah angkatku seorang polisi menemukanku dan mengangkatku jadi anaknya, yahh.. begitulah cerita awal hidupku”
              “Hmm.. Aku baru tahu kau memiliki cerita seperti itu” ucap Aris lalu kembali melihat ke langit
          “Kau mau bertemu dengannya kan?” tanya Dinda,
              “Hmp? Dengannya? Maksudnya orangtua-mu?”
          “BUKANLAH!!” Teriak Dinda, ”Aria yang kumaksud Aria”
              “Hmm… iyasih Cuma… Aria ya… “
           “Udahlah ketemu tinggal ketemu, lagian asramanya deket sini”
      Aris kemudian menundukan kepalanya dan berfikir apa iya bisa bertmu Aria kali ini atau nanti bakal kejadian terkhir kali ia bertemu, Kemudian Aris menegakan kepalanya melihat lurus kedepan “A- Ari- Aria?” ucap Aris kaku saat ia melihat kedepan.
         “Iy- “ Sebelum Dinda menyelesaikan perkataannya Aris mempercepat jalannya lalu ia langsung berlari secepat mungkin              , “ARIS!!??” Teriak Dinda keheranan dan mulai mengejar Aris.
          “Kenapa dia mulai lari begitu?” gumam Dinda, “eh? Itu Aria?! Pantes ia lari gitu, ARIS TUNGGUU, gak kedengeran ya”
                Kemudian tubuh Aris tiba-tiba terlempar begitu saja saat sedang berlari “Eh?!” Kaget Dinda melihat kejadian itu, ia langsung terdiam ditempat dan mencoba mengerti apa yang terjadi, Lebih tepatnya Dinda terdiam saat melihat tubuh Aris yang terlempar begitu saja tertabrak mobil yang berkecepatan tinggi, orang sekitar langsung berteriak karena kejadian yang begitu cepat, dan Dinda ia tidak tau harus berbuat apa langsung berlari menghampiri Aris.
          “Aris? Aris? ARIS!!! ARIISS!!” Teriak Dinda, kejadian begitu cepat dan setelah itu Aris segera dibawa ke rumah sakit terdekat oleh orang yang menabraknya dibantu waga sekitar.
                Di perjalanan menuju rumah sakit Dinda mengabari pak Gugus kalau Aris mengalami kecelakaan, pak Gugus terdengar kageet dan segerra menuju RS dimana Aris di tangani, Dinda menjelaskan apa yang terjadi dan kemudian Pak Gugus kerepotan menghadapi semua berkas dan pengunduran diri dari perlombaan, belum lagi tanggung jawab yang ia pegang karena Aris dan Dinda seharusnya berada di pengawasannya, semuanya teradi terlalu begitu cepat.
Di rumah sakit Dinda hanya terduduk sembari melamun karena masih tidak percaya apa yang telah terjadi, terlebih lagi orang yang tadi mereka kejar bukanlah Aria.
         Dinda kemudian menelfon Aria “Halo… Aria?”
             “Iya Dinda, ada apa, tumben kamu nelfon aku jam segini?”
         “I- Itu, itu Aku, aku , Aris, jadi,” Dinda menelfon tidak jelas berkata seperti apa,
             “Tenang.. Din.. Tenang.. Ada apa?” Tanya Aria sembari menenangkan Dinda agar dapat bebicara dengan jelas,
         “Jadi, Itu, A- Aris mengalami kecelakaan”
               “E? Aris Kecelakaan? Apa Dia baik-baik ajah? Gimana keadaannya, apa yang terjadi? Kok bisa?” Tanya Aria dengan panik, terdengar juga suara panik dari balik ponselnya,
          “Bisa kamu kesini? Kami Ada di RS dekat asrama kamu sekarang, ku mohon kamu dapat kesini Aria”
               “Eh? Kamu ada di kota ini?  Tapi aku sekarang ada di rumah kakek sekarang, jadi mungkin agak lama, pokoknya tunggu disana Din”
                2 jam kemudian Aria datang bersama dengan kedua orangtuanya yang kebetulan sedang berada dirumah kakek dan nenek Aria, Dinda kemudian menjelaskan kejadian dan apa kata dokter tentang Aris.
Lalu setelah berselang 5 hari kemudian Aris sadar dari komanya ia membuka perlahan matanya dan saat terbangun Aria tepat berada di sampingnya,
        “Aris?” Aria memanggil Aris untuk memastikan, lalu Aris mulai mebuka matanya dengan lebar “Aris kau sudah sadar? Syukurlah” ucap Aria,
          Aria tersenyum lebar dan berdiri hendak memberi tahu dokter, tapi Aris tiba-tiba bertanya setelah ia bangun “Ka- ka mu Si- apa?”
         Aria langsung terdiam shock dan senyumnya perlahan menghilang, matanya mulai berkaca-kaca melihat ke arah Aris dengan senyum yang ia buat dengan sakit pada hatinya, kemudian Aria berkata “Maaf, Aku keluar dulu”
            Aris terlihat cemas lalu bertanya untuk menghentikan Aria “Kau baik-baik saja? Apa aku membuatmu sedih? Maaf” tanya Aris,
        “Bodoh, Tidak, maaf aku pergi dulu” ujar Aria mengepalkan tangannya dan keluar kamar, sebelum Aria keluar kamar ia berkata “Selamat Tinggal, Aris”
                Lalu tidak lama kemudian Aris dinyatakan kalau ia terkena Amnesia dan mungkin ingatan yang dulu tidak akan kembali lagi.
                3 Hari berlalu Aris segera dipulangkan dari rumah sakit dan akan menuju kembali ke provinsinya.
           “Kau baik-baik saja Ris?” tanya Dinda yang sedang mambantu Aris berjalan menuju mobil,
                “hmp, makasih Din” jawab Aris,
              “Itu, gimana ya Ris, Aku Minta maaf” ucap pak Gugus yang sedang berada dalam mobil,
                 “Bapak berlebihan, sudah berapa kali bapak mengatakan itu, tenang saja aku baik-baik saja kok” tanggap Aris saat ia sudah duduk dalam mobil,
                 “Namamu, Aria ya? Terimakasih ya, kudengar kamu menjagaku selama aku tidak sadar, teman masa kecilku yaa, maaf yaa, aku tidak dapat mengingatmu” ucap Aris pada Aria yang sedang berdiri di depan pintu Aris duduk.
         Aria tersenyum dan terus tersenyum sejak ia kembali bertemu Aris setelah Aris keluar dari rumah sakit, tanpa sepatah kata Aria tidak berkata apa-apa dan menyembunyikan perasaannya.
                 “Aria” panggil Aris,
         jangan panggil namaku Ris, kumohon
                “Selamat Tinggal” Ucap Aris,
            “hmp, Se- Selamat Tinggal” Jawab Aria,
         selamat tinggal Aris, aku menc-, tidak, maafkan aku Aris
                Kemudian Aris dan Dinda juga pak Gugus segera meninggalkan RS itu dan Aria terus menahan tangisnya, dan begitu berangkat Aris mengeluarkan Air matanya, walau Aris sendiri tidak tahu kenapa ia menangis, Cinta mereka menghilang begitu saja.
     selamat tinggal’.

Rendevou - Reset Part 13 (1) oleh blogger santai


Part 13 - Reset

        Hari H pemberangkatan lomba telah tiba, Aris telah bersiap menuju ke provinsi dimana Aria berada, ia sekarang sedang berada di halaman sekolah untuk bersiap menunggu mobil yang akan mengantarkannya.
     “Aris!?” Panggil pak Gugus saat Aris sedang berdiri sendirian.
   Aris menengok ke arah pak Gugus yang tadi memanggilnya, “Ya pak?” Jawab Aris menyaut panggilan dari pak Gugus.
     “Gini Ris, kamu taukan kemarin itu libur?” Tanya pak Gugus, “Nah kemarin itu juga semua guru merapatkan tentang lomba yang akan kamu ikuti hari ini” Jelas pak Gugus.
   “Iya pak terus? Kenapa pak?” Tanya Aris.
       “Kamu gak akan sendiri nanti mengikuti lomba fisikanya” Jelas pak Gugus.
   “Maksudnya?”
        “Ada peserta lain yang akan menjadi sainganmu dari sekolah ini” Ucap pak Gugus.
     “Hemm, kalo saya sendiri gak masalah pak, tapi bisa membuat materi dalam satu hari apa saingan saya itu baik-baik aja?” Tanya Aris.
           “Tenang aja Ris.. naskah materiku udah selesai ini” Ucap saingan Aris yang berada dalam mobil, Aris pun penasaran dan mengecek isi mobil yang tadi di kendarai pak Gugus, saat Aris melihat kedalam ternyata ada Dinda yang melambaikan mengangkat satu tangannya untuk menyapa Aris “Apa kabar?” Ucapnya.
      “Dinda? Gak heran kalo kamu yang buat materi selesai dalam satu hari.. jadi Dinda ya sainganku, hmmm.. lagian gak mungkin scorenya lebih besar dari materiku-kan” Remeh Aris,
                Mendengar kata-kata Aris jelas Dinda langsung merasa kesal dan akhirnya langsung menjitak Aris, “Aww.. Sakit Din!!! Kenapa aku kena pukul coba!!!” Bentak Aris yang merasa kesakitan sedangkan Dinda langsung membuang mukanya begitu saja.
         “Dah, Udah cepet masuk mobil Ris, kita berangkat sekarang” Perintah Pak Gugus.
       “Tapi pak…”
          “Udah cepetan masuk mobil Ris, kita gak maukan begitu dateng di sana langsung lomba gitu ajah”
       “Yaaa.. huh.. sengganya jalan-jalan dulu gitu?”
           “Ya! Cepet masuk Ris!” Bentak Pak Gugus, kemudian setelah Aris masuk mobil mereka pun segera berangkat menuju ke provinsi dimana lomba fisika itu dilaksanakan di tengah perjalanan, mereka mengobrol satu sama lain agar tidak bosan sekaligus agar pak Gugus tidak tertidur saat menyetir.
                Aris menanyakan pada Dinda kenapa ia mau mengikuti perlombaan ini dan kenapa ia mau susah menulis materi yang hanya diberi jangka waktu 1 hari, Dinda menjawab dengan mudahnya ia berkata “Apapun alasanku bukan urusanmu-kan?!” lalu Aris hanya dapat menjawab “A.. Maaf kalo gitu” seketika suasana menjadi hening karena ucapan Dinda dan pak Gugus daritadi melirik ke arah kaca spion untuk melihat Aris dan Dinda, lalu di keheningan itu Dinda tiba-tiba berkata pada Aris, “Aris.. Aku menyukaimu” setelah ucapan itu Aris terlihat terkejut lalu tersungkur kedepan karena pak Gugus yang tiba-tiba mengerem mendadak lalu menengok ke arah Aris “Maaf Ris, mobil depan tiba-tiba berhenti jadi gitu.. maaf” ucap pak Gugus,
         “Ahahaa.. Iya pak jangan dipikirin” jawab Aris,
         “Daripada itu, Dinda maksud kamu apa?!” Ucap Aris,
               “Apa ucapanku kurang jelas? Ku bilang aku menyukaimu! Berpacaranlah denganku” ucap Dinda,
             “Ekhem,.. masa muda tuh enak ya!!” Ucap pak Gugus dari arah depan yang sedang menyetir, Aris hanya dapat melihat pak Gugus dengan ekspresi entah harus berekspresi apa lalu Aris duduk dan melihat muka Dinda dengan serius.
          “Aku tidak bisa berpacaran denganmu!” ucap Aris,
                “Kenapa?” tanya Dinda,
          “Dari raut mukamu, ucapanmu sebelumnya itu bohong, tidak mungkin aku menerima kebohongan bukan?” jawab Aris dengan pertanyaan lagi, dan sedangkan pak Gugus hanya dapat menyetir sembari mendengarkan apa yang Aris dan Dinda ucapkan.
                 “Jaa.. kalo begitu? Bagaimana dengan Aliya?” Tanya Dinda balik,
           “Kenapa Aliya?”
                 “Dia mengucapkan cinta padamu dengan tulus, kau juga menyukainya, kenapa dia tidak jadi pacarmu? Itu karena Aria kan?! Kenapa kau selalu memilih Aria?! Padahal kau menyukai orang lain dan banyak orang menyukaimu apalagi karena kau tampan dan pintar!! Terus kenapa kau terus memilih Aria dan menyakiti orang-orang yang ada di sampingmu dan mencintai orang yang meninggalkanmu!!!” Dinda mengucapkan itu dengan menahan emosi bencinya yang meluap pada Aris,
           “Karena aku mencintai Aria” ucap Aris dengan mudahnya.
                   Dinda hanya dapat diam dan ia pun meledakan emosinya pada Aris dengan berkata “Makanya!! Apa yang kau suka dari orang yang telah meninggalkanmu tanpa mengucapkan satu kata pun!! Dasar BODOH!!” ucap Dinda dengan keras tanpa melihat ke arah Aris dengan tangannya yang mengepal menahan emosi.
           Aris menjawab pada Dinda “Entahlah” Dinda yang sedang duduk mengepalkan tangannya dengan sangat keras, itu langsung menengok pada Aris dan berkata “Jangan bercanda kau Aris!!” Dengan ekspresi yang menyeramkan ke arah Aris, Aris yang melihat raut muka Dinda pun menundukan kepalanya lalu bergumam “A.. ku . . jug.. juga ti. .d ak t.. .ahu”
                 “Haaa??!”
            “AKU JUGA TIDAK TAHU DIN!! YANG AKU TAHU AKU HANYA INGIN BERSAMANYA DAN INGIN MENGHABISKAN WAKTU BERSAMANYA, TAPI DISISI LAIN AKU JUGA TAU KALAU DIA INGIN MERAIH MIMPINYA KALAU BEGITU SIAPA YANG SALAAAHHH!!!” Teriak Aris karena luapan emosi dan perdebatan dengan Dinda yang terus menekannya,
Dinda pun berteriak membalas kata-kata Aris seperti ini “ENTAAAHH,.. MEMANGNYA AKU PEDULI!! YANG JELAS AKU BENAR-BENAR MEMBE---“
                “EKHM.. KITA SUDAH SAMPAI KALIAN BERDUA TENANGLAH” Sela pak Gugus saat Aris dan Dinda sedang berdebat, Aris dan Dinda pun melihat ke arah pak Gugus lalu kembali duduk terdiam walau tidak nyaman akan satu sama lain.
                “Aris..” Panggil pak Gugus, lalu Aris pun menengok ke pak Gugus,
                “Bapak, mengerti perasaanmu, tapi berteriak marah pada seorang wanita, itu tidak di anjurkan untuk laki-laki!! Mengerti!” ucap pak Gugus, mendengar nasihat pak Gugus hanya menjawab iya maaf pak, dengan suara kecil.
                 “Lalu Dinda..” Dinda pun melihat ke pak Gugus,
                 “Bapak tahu kau banyak memikirkan sesuatu, tapi mulai sekarang lebih baik kau membagi pikiran itu, sebelum pikiran itu meluap seperti tadi, bahkan kau hampir melewati batas tadi!!” Dinda langsung menundukan kepalanya setelah mendengar ucapan pak Gugus.
                  “Yaappp.. Lupakan dulu yang lalu kita jalani yang ada sekarang, ayo kita turun dan membereskan perlengkapan kita di hotel kita menginap, kalian berdua turunlah.. jangan cemberut terus” Begitulah cara Pak Gugus menasihati dan memberikan semangat pada didikan-didikannya.
                Aris dan Dinda pun pergi menuju ke kamar mereka masing-masing, mereka berdua tidak berbicara satu sama lain setelah kejadian itu, lalu keesokan harinya atau 2 hari sebelum perlombaan dimulai Pak Gugus memanggil mereka berdua di lobby hotel,
                  “Jadi kalian berdua sudah siap?” tanya pak Gugus,
            “Saya sudah siap sejak kemarin pak” jawab Aris, sedangkan Dinda hanya melihat ke arah Pak Gugus dan menganggukan kepalanya,
                  “Benarkah? Kalau begitu bagus ayo kita mulai jalan-jalan keliling kota yang indah ini” ujar pak Gugus,
            “HAH!?” Kata Aris dan Dinda serentak bersamaan setelah mendengar ucapan pak Gugus tadi, “Jalan-jalan pak? Saya gak salah denger pak?” tanya Aris,
                   “Iyap.. kenapa? Kuping kamu sedang bermasalah?”
             “Enggak.. Cuma jalan-jalan? Di waktu sebelum lomba?” tanya Aris dengan muka kebingungan,
                  “Iyalah Refreshing dulu, biar pikiran kalian tenang saat nanti tampil” jawab pak Gugus, “Kalau gitu bapak duluan ya, kalian jalan-jalan berdua ajah terserah mau balik lagi ke kamar juga” Kata pak Gugus tepat sebelum ia meninggalkan Aris dan Dinda di lobby hotel,
                “……” keheningan di antara mereka berdua tepat setelah pak Gugus pergi tadi, ‘Canggung’ Ucap Aris dalam hatinya,